Eksploitasi Tragedi Berkedok Adaptasi
Film dipercaya dapat menjadi sarana pengungkapan fakta dan alat propaganda. Film seringkali menampilkan berbagai peristiwa yang terjadi secara nyata, baik sebagai inspirasi maupun adaptasi. Tak jarang, kejadian tragis dan peristiwa kriminal diangkat menjadi sebuah naskah film. Tujuannya beragam, mulai dari meningkatkan awareness masyarakat terhadap suatu isu, atau sekadar menunjukkan peristiwa penting yang perlu diketahui. Hal ini karena film lebih mudah diterima dan dapat dibuat secara bebas tanpa batasan tertentu selagi lulus sensor. Namun, apakah benar adaptasi film kejadian nyata dibuat semata-mata untuk mengungkap kebenaran? Ataukah hanya salah satu bentuk eksploitasi tragedi?
Demi Cuan, Etika Dikesampingkan!
Peristiwa kriminal yang traumatis, terlebih lagi bila memakan korban jiwa tidak etis untuk dijadikan sebuah film, terlebih bila menggunakan nama sebenarnya. Persetujuan korban yang meninggal tidak mungkin didapatkan.
Meski dengan dalih membantu korban mendapat keadilan, film yang dibuat sudah pasti memberikan profit. Bila tujuannya adalah semata-mata untuk mengungkap kebenaran, film dapat berbentuk dokumenter dengan melibatkan narasumber asli sehingga tidak ada fakta yang terlewat.
Namun, apa yang terjadi sesungguhnya?, pembuat film membubuhkan drama dan adegan yang sebenarnya tidak terjadi agar kisah lebih menarik bagi penonton. Hal ini justru membingungkan, apakah film tersebut benar-benar berdasarkan kisah nyata atau cerita karangan yang terinspirasi saja.
Bukan Jawaban yang Diharapkan Para Korban
Bagi sebagian orang, sah-sah saja untuk membuat film adaptasi tragedi bila telah mengantongi izin dari korban dan keluarga serta memberikan kompensasi.
Namun, tidak ada yang tahu kesepakatan tersebut disetujui atas dasar keterpaksaan atau tidak. Tidak dapat dipastikan pula apakah mereka diikutsertakan dalam seluruh proses produksi film dan menyetujui berbagai adegan yang akan ditampilkan. Selain itu, minimnya pengetahuan dapat menimbulkan pengambilan keputusan yang tanpa disadari merugikan. Selagi mendapat royalti dan dijanjikan akan membantu membuka kasus kembali dan mengungkap para pelaku yang belum tertangkap. Padahal sebenarnya pembuat film juga memiliki maksud lain.
Lagi pula, mayoritas manusia rasanya tak mungkin bagi korban setuju dan keluarga tega mengingat serta melihat kembali kejadian yang menimbulkan trauma.
Pesan Gagal Tersampaikan, “Yang Penting Cuan”
Persepsi setiap orang berbeda-beda, begitupun ketika menonton film. Seringkali, pesan yang dihadirkan dalam film gagal tersampaikan dengan baik kepada penonton. Meskipun dapat menyadarkan penonton terhadap kenyataan yang pedih, film adaptasi tragedi dapat terlihat mengglorifikasi para penjahat dan kejahatan yang dilakukan bila tidak dibuat secara hati-hati.
Alih-alih merasa simpati, penonton justru berpikir peristiwa buruk ini terjadi karena kesalahan korban.
Selain itu, orang-orang dapat beranggapan kejadian yang ada di film hanyalah rekayasa belaka sehingga kebenaran lagi-lagi gagal tersampaikan dan hanya untuk menghasilkan royalti belaka.
Berada Pada “Zona Abu-abu”
Film adaptasi tragedi berada dalam zona abu-abu yang tak dapat dilihat hanya dari kacamata benar dan salah. Tidak ada batasan yang jelas, bisa jadi tujuannya memang bukan eksploitasi, tetapi bagaimana penilaian penonton dapat mengantarkan penilaian yang berbeda. Hal ini karena, kompas moral setiap orang berbeda-beda.
Namun yang utama, kita sebaiknya berhati-hati dalam memilih tontonan dengan memastikan film dibuat tanpa merugikan pihak manapun. Sementara sebagai pembuat film, hendaknya tidak menambahkan drama yang tidak perlu dan mengesampingkan fakta hanya untuk meraup keuntungan pribadi. Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengeksplorasi tragedi tanpa harus mengeksploitasi.
Referensi:
Mario, V. (2024, 15 Mei). Film Vina Tembus 2 Juta Penonton, Anggy Umbara Bantah Eksploitasi Kesedihan. Diakses pada 18 Mei 2024 dari https://kumparan.com/kumparanhits/22jlqHx8fev?utm_source=Desktop&utm_medium=copy-to-clipboard&shareID=ys6GMusY7HDR
Romdhon, M. S. (2024, 13 Mei). Buka Luka Lama, Keluarga Vina Sempat Tolak Pembuatan Film, Setuju demi Pengungkapan Kasus. Diakses pada 18 Mei 2024 dari https://bandung.kompas.com/read/2024/05/13/190104278/buka-luka-lama-keluarga-vina-sempat-tolak-pembuatan-film-setuju-demi?page=all
Smail, J. (2022). The Ethical Dilemmas of the True Crime Genre. Marketing Undergraduate Honors Theses https://scholarworks.uark.edu/mktguht/63
Stillwell, C. (2021). Films based on real life tragedy often lead to exploitation of real life people. Diakses pada 13 Mei 2024 https://www.mic.com/p/films-based-on-real-life-tragedy-often-lead-to-exploitation-of-real-life-people-82675642
Tilakaratne, W. (2023, 29 Maret). Are Movies Based On Real-Life Disasters Respectful or Exploitative?. Diakses pada 17 Mei 2024 dari https://movieweb.com/movies-based-on-real-life-disasters-respectful-or-exploitative/
Comments