top of page
Mia Gisella Kartika

TOK! RUU MK Dilakukan Secara Tertutup, Masyarakat Tak Lagi Dianggap!



Revisi UU MK Sambil Main Petak Umpet


Rancangan Undang-Undang Perubahan Keempat UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi telah disetujui pemerintah yang diwakili Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly beserta Komisi III DPR di tingkat pertama dalam rapat pada 13 Mei 2024 dan akan dibawa ke dalam rapat paripurna untuk disetujui menjadi UU sehingga dapat diundangkan menjadi suatu aturan yang wajib dipatuhi.


Namun, ini dikecam karena dalam prosesnya berjalan buru-buru dan minim partisipasi publik di dalamnya. Undang-Undang Mahkamah Konstitusi ini sudah berulang kali diubah dari UU No.24 Tahun 2003 menjadi UU No. 8 Tahun 2011 menjadi UU No. 7 Tahun 2020 dan terakhir RUU MK. Sempat ditolak oleh Menkopolhukam terdahulu, kini akan naik ke permukaan.


Perubahan Terbaru, Perpanjang Masa Kuasa dan Intervensi Politik. GILA!


Dalam RUU MK terbaru ini terjadi perubahan diantaranya:


  • Perpanjangan masa jabatan hakim yang awalnya 5 tahun menjadi 10 tahun dengan potensi untuk memperpanjang jabatan hingga bisa lebih dari 10 tahun.

  • Usia calon hakim MK minimal 55 tahun dan diberhentikan dengan hormat dengan alasan telah berusia 70 tahun.

  • Hakim konstitusi mengakhiri masa tugasnya sampai usia 70 tahun selama keseluruhan masa tugasnya tidak melebihi 15 tahun.

  • Perubahan keanggotaan MKMK kini dengan unsur pemerintahan dan DPR. Awalnya terdiri dari satu orang hakim MK, satu anggota praktisi hukum, dua anggota yang terdiri salah satu atau keduanya merupakan pakar hukum, dan satu orang tokoh masyarakat. Menjadi satu hakim MK, satu anggota usulan MK, satu anggota usulan MA, satu anggota usulan DPR, dan satu anggota usulan Presiden.nerima LPDP juga harus mau mengabdi dan membawa perubahan untuk Indonesia.


Bodo Amat Melanggar Amanat Undang-Undang!


Proses pembentukan undang-undang tercantum dalam pasal 1 ayat 1 UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang menyatakan, “ Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan.”


Pada pasal 5 huruf g UU No. 12 Tahun 2011 menegaskan salah satu asas pembentukan undang-undang adalah asas keterbukaan. Dalam penjelasan Pasal 5 huruf g ini menyebutkan bahwa dalam proses pembentukan peraturan perundang undangan itu bersifat transparan dan terbuka. Maka, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang luas untuk memberikan masukan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.


Mengenai cara bagaimana perwujudan partisipasi masyarakat untuk menyampaikan ide atau gagasan diatur pula pada pasal 96 UU No. 12 Tahun 2011 yang khusus ada dalam BAB XI tentang partisipasi masyarakat, pasal ini menyatakan bahwa Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.


Kedaulatan Negara Hukum dan Demokrasi Terancam!


Pasal 1 ayat 3 UUD NRI 1945 menyatakan bahwa, Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Indonesia adalah negara yang menganut konsep hukum (rechtsstaat) yang merupakan paham pemikiran yang dikenal sejak abad ke X1X, hasil pemikiran John Locke, J.J. Rousseau, dan Montesquieu. Negara hukum tercipta dengan tujuan untuk membatasi kekuasaan negara sebagai entitas yang cenderung dapat menggunakkan kekuasaannya dengan sewenang-wenang apabila tidak ada mekanisme kontrol.


Pembuatan UU MK yang terus diperbaharui sampai 4 kali menjadikan persoalan bagi demokrasi. Revisi UU MK selalu menjadi alat untuk berbagai kepentingan politik. Hal ini mengancam kedaulatan negara, terlebih konsep negara hukum dan adanya kedaulatan rakyat melahirnya prinsip demokrasi. Prinsip demokrasi jelas membatasi kekuasaan di mana pada intinya MK harus menjadi kekuasaan yudikatif sebagai lembaga kehakiman yang lepas dari cawe-cawe politik kepentingan. Terlebih dalam pembuatannya diadon di ruangan tertutup jelas semua bertentangan dengan prinsip dan cita-cita adanya lembaga kehakiman yang merdeka dan tidak diintervensi lembaga lainnya.


Surat Untuk yang “Diatas”!


Partisipasi masyarakat ini tidak dapat dianggap remeh. Hal ini dikarenakan adanya partisipasi masyarakat dalam pembentukan perundang-undangan merupakan suatu bentuk upaya perlindungan masyarakat dari proses pembentukan perundang-perundangan yang diperuntukkan untuk kepentingan dari pihak diluar masyarakat. Pelaksanaan partisipasi masyarakat ini juga merupakan hak masyarakat yang wajib dilindungi pemerintah. Karena tanpa adanya jaminan dan dukungan dari negara maka partisipasi masyarakat dalam pembentukan perundang-undangan akan berakhir sia-sia. Namun pada kenyataannya melalui pembentukan undang-undang di ruang terkunci, maka perlindungan dan hak terhadap masyarakat tidak diakui.


 

Referensi:








8 views0 comments

Comments


Submit Tulisanmu

Kirimkan tulisan Anda dan jadilah bagian dari komunitas kami yang berkontribusi dalam berbagai topik menarik yang kami sajikan kepada pembaca setia kami.

bottom of page