Pintu Sarjana Khusus Borjuis, Proletar Dilarang Masuk?
Sebagian besar cita-cita para calon mahasiswa maupun orang tua untuk dapat menguliahkan anaknya di kampus negeri terbaik harus dikubur dalam-dalam. Pasalnya, biaya kuliah atau Uang Kuliah Tunggal (UKT) tahun 2024 di beberapa kampus naik signifikan dan sudah berada di angka 7jt — 30jt.
Beberapa kampus top di Jawa dan Sumatera sudah mengalami kenaikan biaya uang kuliah yang cukup signifikan. Sebut saja UI, ITB, UGM. dan akhir-akhir ini yang baru ramai seperti Unsoed, Unri, hingga USU.
Apakah memang orang miskin tidak boleh mendapatkan akses pendidikan yang lebih baik? kenapa? apa penyebabnya?
Polemik PTN-BH
Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Indonesia memiliki tiga status. status-status tersebut adalah PTN-BH (Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum), PTN-BLU (Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum), dan PTN-Satker (Perguruan Tinggi Negeri sebagai Satuan Kerja Kementerian).
PTN-BH merupakan tingkatan tertinggi dalam hal otonomi sebuah perguruan tinggi. PTN-BH memiliki otonomi penuh dalam mengelola keuangan dan sumber daya, termasuk dosen dan tenaga kependidikan.
Mirip dengan Perusahaan BUMN, PTN-BH beroperasi dengan cara yang mirip dengan BUMN dengan memiliki kontrol penuh atas aset dan keuangan mereka sendiri. Simpelnya PTN yang sudah berstatus berbadan hukum sudah menjadi mandiri sehingga segala pemasukan dan pengeluaran dikelola penuh oleh PTN tersebut tanpa terhalang birokrasi yang panjang.
Tetapi apa yang terjadi? Bukannya fokus memanfaatkan aset dan sumber daya yang tersedia secara optimal, PTN-BH seolah-olah terkesan tidak kreatif serta monoton hingga bergantung pada kontribusi mahasiswa melalui kenaikan UKT. Hal ini tentu saja sudah tidak sejalan dan tidak sesuai dengan tujuan awal status sebagai PTN-BH.
Gagasan kemandirian PTN-BH adalah bagaimana PTN harus mampu mengelola dan memberdayakan aset-aset yang mendukung operasionalnya. Kampus harus mampu mendiversifikasi sumber pendanaannya. Dengan kata lain, kampus harus mencari sumber pendapatan alternatif agar biaya operasional kampus tidak hanya dibebankan pada uang kuliah mahasiswa.
Golongan Menengah Terjepit, Golongan Bawah Nihil Opsi
Masyarakat golongan pendapatan menengah adalah kelompok yang paling terjepit. Sudah pasti.
Pertama, Mereka tidak termasuk rakyat miskin sehingga tidak boleh atau tidak layak diberikan bantuan (KIP-K misalnya dan seharusnya sesuai peraturan). Kedua, Mereka mendapatkan gaji umr (Upah Minimum Regional) pun belum tentu cukup untuk membiayai kuliah dengan biaya hari ini, apalagi masih ada kebutuhan sehari-hari yang harus dipenuhi dan segala macam kebutuhan lainnya.
Masyarakat golongan pendapatan bawah? Seharusnya paling layak mendapatkan bantuan KIP-K tapi terkendala biaya diawal jika sehari-hari saja makan susah apalagi kuliah. Itupun jika tidak diambil oleh orang kaya yang tak tahu malu. Selain dari itu? nasib mungkin mengarahkan mereka untuk langsung mencari pekerjaan.
Pendapatan Masyarakat Stagnan, Pengeluaran Melonjak
Harian Kompas pada 2022 menerbitkan sebuah laporan. Melihat uang kuliah di 30 kampus dan juga data Badan Pusat Statistik (BPS), mereka menemukan kenaikan biaya kuliah di Indonesia sulit diimbangi oleh peningkatan gaji masyarakat.
Tabungan orang tua yang memiliki gelar sarjana dan melahirkan bayi pada tahun 2022 misalnya, diperkirakan kelak hanya cukup untuk membiayai kuliah anaknya selama 6 semester pada 2040. Sementara, lulusan SMA hanya bisa membiayai 3 dari 8 semester kuliah anaknya.
Di masa depan, orang tua di Indonesia akan semakin sulit untuk membiayai pendidikan universitas anak-anak mereka. Meningkatnya biaya pendidikan universitas tidak dapat diimbangi dengan kenaikan upah yang sesuai.
Kita Semua Berhak Berpendidikan!
Memastikan keterjangkauan biaya kuliah merupakan tanggung jawab berbagai pihak, terutama pemangku jabatan termasuk pemerintah. Pihak pemerintah dan perguruan tinggi harus mulai berhenti menjadikan sektor pendidikan sebagai ladang bisnis semata. Padahal melalui pendidikan tinggi merupakan salah satu cara efektif agar orang miskin mengubah status hingga dapat merangkak naik dari jeratan kemiskinan.
Jika Pemerintah tidak berbenah, jangan sampai gelar Sarjana akan menjadi barang mewah yang hanya dapat dimiliki oleh kaum-kaum yang berada.
Referensi:
Kurniawan Budi Irianto, (2023, July 13). “Ada Apa Dengan Kenaikan Uang Kuliah Tunggal Perguruan Tinggi”? CNBC Indonesia. Retrieved May 09, 2024 from https://www.cnbcindonesia.com/opini/20230713103205-14-453898/ada-apa-dengan-kenaikan-uang-kuliah-tunggal-perguruan-tinggi
Luthfi T Zulfikar, (2022, Aug 17). “Pakar Menjawab Kenapa Biaya Kuliah Naik Terus, Lemahnya Model Bisnis Kampus Ancam Akses Pendidikan Tinggi di Indonesia”. The Conversation. Retrieved May 09, 2024 from https://theconversation.com/pakar-menjawab-kenapa-biaya-kuliah-naik-terus-lemahnya-model-bisnis-kampus-ancam-akses-pendidikan-tinggi-di-indonesia-188790
Melinda Dwi Puspita, (2024, May 06). “5 Kampus Negeri yang Mengalamai Kenaikan Biaya Kuliah di 2024”. Tempo. Retrieved May 09, 2024 from https://www.msn.com/id-id/berita/nasional/5-kampus-negeri-yang-mengalami-kenaikan-biaya-kuliah-di-2024/ar-BB1lUmSZ
Romanti, (2023, Sep 16). “Mengenal Lebih Lanjut Status Perguran Tinggi Negeri PTN-BH PTN-BLU PTN-Satker”. Itjen.kemdikbud.go.id. Retrieved May 09, 2024 from https://itjen.kemdikbud.go.id/web/mengenal-lebih-lanjut-status-perguruan-tinggi-negeri-ptn-bh-ptn-blu-dan-ptn-satker/
Margaretha, Albertus & Satrio, (2022, July 28). “Orangtua Indonesia Makin Sulit Biayai Kuliah Anak”. Kompas. Retrieved May 09, 2024 from https://www.kompas.id/baca/investigasi/2022/07/27/orangtua-indonesia-makin-sulit-biayai-kuliah-anak?open_from=Search_Result_Page
Comments