top of page
Vinolga Bunga

Rupiah OTW 17.000, Kenapa Bilang “Yaudahlah” Tidak Cukup?



Ekonomi Indonesia di Ambang Jurang


Di tengah gejolak ekonomi global, mata uang Indonesia bak berdiri di ambang jurang. Pelemahan rupiah yang terus menggerus hingga mendekati Rp17.000 per dolar AS dari posisi saat ini di kisaran Rp16.400, menunjukkan betapa rentannya perekonomian Indonesia saat ini. Skenario ini bukan hanya angka semata, melainkan potret ekonomi yang dapat mengoyak pondasi kesejahteraan bangsa. Indonesia akan menghadapi krisis multidimensi yang dapat mengguncang perekonomian negara. Dampaknya akan merambat bagai efek domino yang menghantam berbagai lapisan masyarakat.


Harga Jual Melambung, Daya Beli Anjlok


Ketika rupiah melemah drastis, harga jual khususnya barang-barang impor akan melonjak tajam. Indonesia masih sangat bergantung pada impor untuk berbagai komoditas penting, mulai dari bahan baku industri hingga barang konsumsi sehari-hari. Akibatnya, biaya produksi akan meningkat dan berimbas pada kenaikan harga jual produk. Konsumen akhirnya harus menanggung beban inflasi yang lebih tinggi, sementara daya beli masyarakat terus menurun. Situasi ini menciptakan dilema bagi pemerintah dan Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan yang tepat. Mereka harus menyeimbangkan upaya menstabilkan nilai tukar, mengendalikan inflasi, dan menjaga pertumbuhan ekonomi, sembari mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap kesejahteraan masyarakat dan daya saing ekonomi nasional.


Membengkaknya Utang Luar Negeri


Pelemahan rupiah, jika mencapai level Rp17.000 per dolar AS dapat memiliki dampak serius terhadap perekonomian Indonesia, terutama terkait beban utang luar negeri. Ketika nilai tukar rupiah melemah, utang dalam denominasi dolar AS akan membengkak jika dikonversi ke rupiah, hal ini membuat pembayaran cicilan dan bunga menjadi lebih berat baik bagi pemerintah maupun sektor wisata. Kondisi ini berpotensi memaksa pemerintah untuk mengalokasikan porsi yang lebih besar dari APBN untuk melunasi utang, yang pada gilirannya dapat mengurangi anggaran yang tersedia untuk sektor-sektor krusial seperti pendidikan, kesehatan, dan pembangunan infrastruktur.


Investor Asing Kabur, Mimpi Buruk Pasar Saham


Pelemahan rupiah akan menciptakan sentimen negatif di kalangan investor asing. Mereka akan melihat Indonesia sebagai negara berisiko tinggi dan cenderung menarik dananya keluar dari pasar saham, hal ini menyebabkan penurunan tajam indeks harga saham gabungan (IHSG), startup unicorn atau perusahaan rintisan (startup) yang memiliki valuasi lebih dari $1 miliar kehilangan pendanaan, dan proyek-proyek infrastruktur terpaksa ditunda atau dibatalkan. Mimpi Indonesia menjadi negara maju pada 2045 bisa jadi hanya tinggal angan-angan belaka, mengingat peran penting investasi asing dalam mendorong inovasi, transfer teknologi, dan pembangunan infrastruktur.


Strategi Habibie Adalah Solusi?


B.J Habibie, sebagai presiden Indonesia saat krisis moneter, berhasil menstabilkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dari Rp16.800 menjadi Rp7.385 dalam kurun waktu 17 bulan. Keberhasilannya didasarkan pada kebijakan fiskal yang berani dan efektif, meliputi penghentian proyek infrastruktur dan pengurangan perjalanan dinas pejabat. Habibie juga menolak rekomendasi IMF (International Monetary Fund) untuk menaikkan harga BBM dan listrik, serta memilih untuk melindungi industri dan UMKM. Fokusnya pada penguatan perbankan, dukungan UMKM, dan sektor pertanian mencerminkan visi ekonomi yang menyeluruh. Strategi Habibie ini dapat digunakan sebagai panduan untuk menghadapi ancaman pelemahan rupiah saat ini, dengan pengambilan langkah-langkah berani namun terukur untuk mencegah rupiah melemah ke level Rp17.000 atau lebih.


 

Referensi:





5 views0 comments

Comments


Submit Tulisanmu

Kirimkan tulisan Anda dan jadilah bagian dari komunitas kami yang berkontribusi dalam berbagai topik menarik yang kami sajikan kepada pembaca setia kami.

bottom of page