Menilik Landasan Dasar
Menurut data The Royal Islamic Strategic Studies Centre (RISSC) 2023, Indonesia menempati posisi pertama populasi umat Muslim terbanyak di dunia sebanyak 240,62 juta jiwa atau 86,7% dari populasi nasional, maka jelas di Indonesia mayoritas penduduknya merupakan umat Muslim. Meski demikian berdasarkan landasan negara, UUD NRI 1945 pasal 29 menyatakan “bahwa negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa dan Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu“. Berdasarkan ini, negara berkewajiban untuk melarang siapapun yang melakukan pelecehan terhadap ajaran beragama. Melalui ini pula negara telah menjamin kebebasan setiap umat beragama untuk menjalankan ibadahnya.
Masyarakat Pluralistik, Namun Banyak yang Fanatik.
Perlu kita sadari bahwa negara Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi iman Ketuhanan dalam perbedaan pilihan agama bahkan tata cara ibadah. Sudah tidak sepantasnya perbedaan agama dan cara ibadahnya di diskriminasi. Segala usaha kemajuan negara bisa saja terhambat hanya karena mempersoalkan perbedaan pilihan agama ataupun suku.
Perbedaan ini indah, namun sayangnya implementasi ini tidak bisa diterima oleh seluruh masyarakat. Sampai-sampai negara turut membuat undang-undang yang memaksa masyarakat untuk menghargai dan menerima perbedaan itu. Lebih menyedihkan, banyak yang telah menerima vonis dari undang-undang tersebut. Ini membuktikan, bahwa dengan paksaan dan ikatan pun tak mampu merubah hati dan pikiran masyarakat untuk menerima perbedaan ini. Kejadian isu perselisihan akibat agama terjadi dari waktu ke waktu.alam proses pemilu dapat dimaksimalkan telah diselesaikan oleh Bawaslu.
Penggerebekan Doa Rosario, Perbedaan Itu Indah?
Sejak lama isu keagamaan berakhir dengan jeratan kurungan menjadi masa lalu kelam Indonesia. Kini, luka lama Indonesia terjadi lagi. Hukum harus ditegakkan lagi hanya karena persoalan yang bermula karena tidak adanya toleransi umat beragama. Dahulu, masalah pembubaran rumah ibadah, penistaan agama hingga penghancuran rumah ibadah, sudah sering terjadi dan tidak ada yang berakhir indah. Semua pihak pasti dirugikan, bahkan negara pun turut merugi dengan urusan yang berlatar belakang sangat remeh.
Terbaru, awal Mei 2024, kembali terulang masalah penggerudukan kepada mahasiswa yang sedang berkumpul dan berdoa. Peristiwa yang hanya karena agama ini berujung pada penganiayaan dan pengeroyokan. Doa Rosario dilakukan oleh sejumlah mahasiswa di suatu rumah kawasan Tangerang Selatan. Tersangkanya adalah Ketua RT, awalnya meneriaki dan mengintimidasi sekaligus berusaha membubarkan sejumlah mahasiswa yang melakukan Doa Rosario tersebut. Selanjutnya, para tersangka lainnya yaitu warga setempat turut mengintimidasi bahkan mengancam para mahasiswa yang menjadi korban itu dengan senjata tajam jenis pisau.
Empat orang tersangka dijerat Pasal 2 ayat 1 UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 yang mengatur perihal kepemilikan senjata api, dan/atau Pasal 170 KUHP mengenai kejahatan terhadap ketertiban umum dan/atau Pasal 351 ayat 1 tentang penganiayaan KUHP dan/atau Pasal 335 ayat 1 KUHP tentang kejahatan terhadap kemerdekaan orang dan/atau Pasal 55 ayat 1 KUHP tentang penyertaan dengan ancaman pidana maksimal 10 tahun.
Toleransi Rendah, Ancaman Melimpah
Hanya karena tidak adanya toleransi, ancaman pidana 10 tahun harus dirasakan pelaku. “Niat” memang dipetimbangkan dalam hukum acara pidana di Indonesia, niat awal untuk melakukan pembubaran lalu dilanjutkan dengan pemaksaan, pengancaman hingga berujung tindak kekerasan merupakan sebuah perbedaan lagi dalam memutuskan pertimbangan. Alasannya pun hanya karena ketidaksukaan dan tidak adanya komunikasi yang baik antar masyarakat dengan mahasiswa. Ini jelas menunjukkan rendahnya cara berpikir sumber daya manusia di Indonesia yang berujung pada ancaman-ancaman yang terjadi. Tidak memikirkan dampak terburuk dan akibat yang berkepanjangan dari ketidaktoleransiannya. Emosi yang tidak bisa dikendalikan hanya karena tidak menerima perbedaan hingga kekerasan yang dilakukan itu merupakan perbuatan hina. Berpikir Sebelum Bertindak!
Lalu, Harus Bagaimana?
Kasus Doa Rosario yang terjadi belakangan ini, membawa banyak pelajaran bagi semua umat beragama. Segala tindakan kita dengan tujuan menyakiti yang lain tak akan pernah berakhir dengan baik. Kebebasan berkumpul bahkan beribadah menjadi hak setiap manusia. Sebagai kaum mayoritas, tidak berarti yang minoritas harus tunduk kepada mayoritas tapi mayoritas harus menghargai minoritas dari segi apapun.
Di sisi lain, segala kegiatan berkumpul dengan massa cukup ramai terlebih bukan di tempat umum harus tetap menggunakan adab dalam perangainya. Berkumpul di bukan tempat umum dan bukan di jam kerja, haruslah memiliki izin informasi kepada setempat baik itu urusan keagamaan maupun tidak. Bijak Bertindak!
Referensi:
Badan Pembinaan Hukum Nasional. (n.d.). Tumbuhnya aliran paham keagamaan: Pengalaman dari berbagai negara. Retrieved May 8, 2024 from https://bphn.go.id/data/documents/pkj_tumbuhnya_aliran_paham_keagamaan.pdf
CNN Indonesia. (2024, May 7). Beda versi kronologi kasus penggerudukan Doa Rosario di Tangsel. Retrieved May 8, 2024 from https://www.cnnindonesia.com/nasional/20240507073756-12-1094764/beda-versi-kronologi-kasus-penggerudukan-doa-rosario-di-tangsel
Katadata. (2023, October 19). 10 negara dengan populasi Muslim terbanyak dunia 2023, Indonesia memimpin. Databoks. Retrieved May 8, 2024 from https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/10/19/10-negara-dengan-populasi-muslim-terbanyak-dunia-2023-indonesia-memimpin
Katadata. (2022, February 12). Sebanyak 86.793 penduduk Indonesia beragama Islam pada 31 Desember 2021. Databoks. Retrieved May 8, 2024 from https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/02/12/sebanyak-8693-penduduk-indonesia-beragama-islam-pada-31-desember-2021
Media Indonesia. (2024, May 7). 4 Tersangka kasus pembubaran ibadah Doa Rosario, mahasiswa di Tangerang terancam 10 tahun penjara. Retrieved May 9, 2024 from https://mediaindonesia.com/megapolitan/669475/4-tersangka-kasus-pembubaran-ibadah-doa-rosario-mahasiswa-di-tangerang-terancam-10-tahun-penjara
Comments