top of page
Mia Gisella Kartika

Legalitas Money Politics: Ketika Yang “Haram” Menjadi “Halal”



Halal atau Haram menurut Konstitusi


Politik uang secara awam terkenal saat musim pemilihan umum atau pemilu. Istilah money politics (politik uang) adalah penggunaan uang atau materi dalam mempengaruhi, menggiring, dan mengintervensi seseorang dalam keputusan. Disebut pula sebagai salah satu bentuk korupsi, karena melalui politik uang pihak yang berkepentingan akan memperoleh keuntungan dan merugikan masyarakat melalui banyak manipulasi yang dilakukannya. Perpu No. 1 Tahun 2022 secara tidak langsung melarang adanya politik uang. Pasal 280 ayat (1) huruf j menyebutkan, “Penyelenggara, peserta hingga tim kampanye dilarang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye pemilu”.


Jelas, penerapan politik uang pada dasarnya dilarang di Indonesia walaupun penggunaan diksi politik uang tidak ada dalam UU yang berlaku sekarang ini. pro dan kontra karena alasan yang tak diketahui publik dibaliknya. Bagaimana jadinya?


Sinting! Legalisasi Money Politics Diajukan oleh Anggota DPR


Baru-baru ini, salah satu anggota DPR fraksi PDIP menyampaikan gagasan yang kontroversial. Menganjurkan untuk KPU untuk melegalkan praktik money politics dengan memberikan batasan tertentu dalam undang-undang. Namun, melalui klarifikasi PDIP, bahwa ini hanyalah sindiran belaka karena terlalu sering terjadi money politics dalam pemilihan umum di Indonesia.


Sebuah ide yang gila kembali diklasifikasikan untuk menyelamatkan nama baik dan hal berkepentingan lainnya. Sangat disayangkan jika kebebasan berpendapat harus dihalangi dengan berbagai keterikatan didalamnya.


Melihat dari Kacamata Lain


Money politics di setiap pembahasan baik secara ilmu pengetahuan dan politik adalah hal yang haram. Money politics adalah racun bagi demokrasi. Praktik money politics yang menciptakan korupsi politik ini telah menjadi budaya masyarakat Indonesia dalam setiap masa Pemilihan Umum (pemilu), Pemilihan Kepala Daerah (pilkada) bahkan, hingga Pemilihan Kepala Desa (pilkades).


Namun, usulan money politics ini bisa saja menjadi harapan dalam sebuah keniscayaan. Money in politics atau uang di dalam politik tidak bisa dihindarkan dalam demokrasi. Kampanye dan biaya pesta demokrasi lainnya pasti membutuhkan uang. Maka perlu aturan sah dari KPU mengenai pendanaan serta alokasi pendanaan terhadap partai yang akan mencalonkan kadernya di pemilihan umum.


Di beberapa negara lain termasuk India, pernah mengeluarkan aturan mengenai alokasi pendanaan partai serta bagaimana pelaporan dan mekanismenya kepada Panitia Pemilihan Umum di India. Jelas, sistem mereka mengatur bagaimana pendanaan saat pemilu dan menghindari kasus korupsi yang mencoreng nama politik uang, mungkin ini bisa diduplikat oleh Indonesia. Memiliki regulasi mengenai pendanaan bukanlah hal yang buruk di Indonesia, politik uang yang disahkan bukan berarti menghalalkan korupsi. Maka dengan ini, harus ada aturan yang jelas dan lurus.


Pemimpin Ataupun Wakil Rakyat Memang Harus Punya Modal (Besar)


Tak bisa dielakkan, menjadi pemimpin harus dengan 2 modal yang mumpuni, yakni capability and money (kemampuan dan keuangan). Kedua modal ini lah yang menjadi modal awal untuk maju menjadi wakil rakyat. Tidak diatur dengan jelasnya mengenai penggunaan uang di masa pemilu ini pun menjadikan banyak calon yang diusung hanya berdasarkan kemampuan finansialnya saja.


Maka dari itu alokasi dan distribusi keuangan ini perlu diperhatikan untuk menghindari penyalahgunaan yang berujung korupsi. Pengertian money politics seakan-akan hal yang sangat terlarang namun nyatanya terus meradang. Penyalahgunaan uang dalam berpolitik inilah yang membuat stigma terhadap uang dan politik.


 

Referensi:






1 view0 comments

Kommentare


Submit Tulisanmu

Kirimkan tulisan Anda dan jadilah bagian dari komunitas kami yang berkontribusi dalam berbagai topik menarik yang kami sajikan kepada pembaca setia kami.

bottom of page