top of page
Zelsa

Konflik Pulau Rempang: Sampai Kapan Masyarakat menjadi “Korban” Pembangunan?



Kronologi Konflik Pulau Rempang


Bentrokan antara masyarakat Pulau Rempang dan petugas gabungan dari TNI, Polri, Ditpam Badan Pengusahaan, dan Satpol PP meletus di area Jembatan 4 Barelang, Kota Batam pada 7 September 2023 setelah negosiasi antara masyarakat yang menolak untuk direlokasi dan petugas gabungan terkait pembangunan Rempang Eco-city gagal.


Kampung Tua : Jejak Ratusan Tahun Permukiman Masyarakat di Rempang


Pulau Rempang yang menjadi lokasi wilayah pengembangan proyek Rempang Eco-City merupakan tempat berdirinya 16 Kampung Tua yang telah ada sejak tahun 1834.


Keputusan oleh Pemerintah Kota Batam yang dikeluarkan pada tanggal 23 Maret 2004 telah mengukuhkan keberadaan kampung tersebut dengan tidak merekomendasikan pemberian hak pengelolaan atas wilayah kampung tersebut.


Alhasil, keputusan untuk membangun Rempang Eco-city secara jelas bertentangan dengan keputusan Pemerintah Kota Batam dan mengancam keberadaan kampung-kampung tua di daerah Rempang.


Indikasi Cacat Administratif Pembangunan Rempang Eco-city


Guru besar Hukum Agraria UGM Maria Sumardjono berpendapat bahwa kesahan hak pengelolaan mensyaratkan tanah terkait untuk bebas dari penguasaan pihak lain. Dengan begitu, hak pengelolaan Rempang Eco-city mengindikasikan cacat administratif karena mencakup tanah yang dikuasai secara fisik oleh pihak lain, yakni penduduk wilayah Rempang.


Pemerintah Kian Mengancam Permukiman Masyarakat Rempang


Keputusan pemerintah untuk menetapkan Rempang Eco-city sebagai proyek strategis nasional memudahkan pemerintah untuk menggusur masyarakat tanpa dialog dengan masyarakat terdampak. Alhasil, tanah yang tidak dapat dibuktikan kepemilikannya seperti Rempang dapat diklaim sebagai tanah negara.


Akademisi hukum Bivitri Susanti menilai praktik tersebut tidak mempedulikan kenyataan bahwa masyarakat Rempang telah mendiami dan mengelolatanah yang ditujukan untuk pembangunan Rempang Eco-city.


Isu Utama Relokasi Masyarakat Pulau Rempang


Relokasi terhadap masyarakat Pulau Rempang setidaknya akan menyasar kurang lebih 5.000-10.000 warga. Upaya pelibatan masyarakat dalam proses relokasi dinilai tidak sungguh-sungguh dan kerap diisi intimidasi aparat. Hal tersebut dinilai membuat upaya relokasi tidak sah karena dilakukan sepihak dan belum melibatkan partisipasi masyarakat yang menyeluruh.


Indikasi Pelanggaran HAM dalam Peristiwa Rempang


Selain itu, proses relokasi di Rempang juga menunjukkan beberapa indikasi pelanggaran HAM, seperti:


  • Penggunaan kekuatan berlebihan oleh aparat melalui penggunaan gas air mata dan pengerahan setidaknya 1010 personel serta 60 kendaraan aparat.

  • Sosialisasi relokasi yang bersifat satu arah dan tidak partisipatif.

  • Penangkapan sewenang-wenang terhadap 8 masyarakat untuk membungkam warga yang menolak relokasi.

  • Timbulnya korban anak, perempuan, dan lansia akibat penggunaan gas air mata.


Seiring banyaknya kerugian masyarakat yang muncul dalam proses pembangunan Rempang Eco-city, pemerintah perlu mengambil langkah serius untuk menciptakan pendekatan humanis dan inklusif untuk memastikanpembangunan proyek strategis tidak menggerus kesejahteraan masyarakat yang terdampak.


 

Referensi:







1 view0 comments

Bình luận


Submit Tulisanmu

Kirimkan tulisan Anda dan jadilah bagian dari komunitas kami yang berkontribusi dalam berbagai topik menarik yang kami sajikan kepada pembaca setia kami.

bottom of page