Data PDN Dijebol Maling
Kemarin baru saja Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengalami serangan siber oleh Hacker terhadap Pusat Data Nasional (PDN). Serangan tersebut menggunakan metode ransomware yang mengunci pusat data hingga menyebabkan tidak dapat diaksesnya data tersebut.
Akibat serangan ini, peretas meminta tebusan sebesar 8 Juta dollar AS atau sekitar Rp.131 Miliar. Serangan tersebut kemudian menyebabkan pelayanan publik terganggu, serta data-data dari 282 instansi tingkat pusat dan daerah tidak bisa diakses.
Peristiwa ini menjadi kesekian kalinya pemerintah mendapatkan serangan siber. Mulai dari situs web BPJS Kesehatan, Ditjen Imigrasi, Sekretariat Kabinet RI, hingga Pusat Data Nasional (PDN), serta yang paling terbaru data INAFIS.
Pertanyaannya adalah seberapa penting sebuah data? hingga begitu banyak peretas yang mengincar dan bahkan diperjualbelikan.
Data is The New Oil!
Data merupakan sekelompok informasi atau fakta yang dapat berupa simbol, angka, kata-kata, atau citra. Informasi ini diperoleh melalui proses pengamatan atau pencarian dari sumber-sumber tertentu. Data ini masih bersifat mentah, sehingga oleh karena sifat mentahnya, informasi yang diperoleh dari data belum sepenuhnya utuh. Dengan demikian, diperlukan pengolahan data agar dapat menghasilkan informasi.
Oleh karena hal itu, timbul istilah “DATA IS THE NEW OIL”. Istilah ini pertama kali diucapkan oleh seorang pebisnis dan ahli matematika asal Inggris, Cilve Humby.
Sebab sama seperti minyak bumi, data tidak bernilai dan tidak bisa digunakan sebelum diolah. Sama seperti minyak, data tidak bisa dimanfaatkan jika masih mentah. Data sama seperti minyak bumi, setelah dihimpun, data harus diproses, disaring, dan diubah menjadi sesuatu yang bernilai. Nilai data terletak pada potensinya untuk digunakan dalam banyak hal.
Dari segi manfaat ekonomi, keduanya sama sama merupakan sumber daya bernilai tinggi. Minyak bumi digunakan sebagai bahan bakar, data digunakan sebagai landasan penting untuk pengambilan dan perumusan strategi. Hanya berdasarkan data yang diperoleh, setelah diolah maka beragam informasi dapat ditemukan yang tentu bernilai sangat tinggi hingga tak terhingga.
Hingga saat ini, data menjadi elemen kunci yang menggerakkan berbagai sektor kehidupan, seperti layanan belanja online dan termasuk dalam hal ini pelayanan publik pemerintah, hingga pertahanan sebuah negara.
Negara Mana Yang Paling Sering Diserang?
Melansir laman GoodStats, negara-negara yang menempati posisi lima teratas dalam hal serangan siber ialah Amerika Serikat, Rusia, China, Prancis, dan Jerman. Hal ini juga sejalan dengan tumbuh majunya perkembangan dan teknologi siber di negara tersebut. Sementara itu Indonesia menempati urutan ke-13 dalam daftar dengan jumlah serangan mencapai 142 juta kasus sejak tahun 2004.
Apa Dampak Serangan Siber?
Ada begitu banyak kerugian akibat diserangnya atau dibobolnya sebuah data, secara umum sebagai berikut:
Finansial
Salah satu data penting yang bisa saja dibobol ialah informasi keuangan seperti nomor kartu kredit atau informasi rekening bank yang dapat mengakibatkan pencurian uang langsung dari korban. Di samping itu, biaya pemulihan yang diakibatkan serangan siber perlu biaya besar untuk memperbaiki sistem keamanan, mengganti perangkat, dan memulihkan data hilang atau rusak.
Reputasi Buruk dan Dampak Sosial
Akan hilangnya kepercayaan terhadap perusahaan atau institusi pemerintah yang mengalami serangan siber atau kebocoran data. Apalagi soal institusi pemerintah, reputasi yang buruk akan mempengaruhi masyarakat memandang sebuah institusi negara.
Kehilangan Privasi dan Keamanan
Data pribadi yang bocor dapat digunakan oleh penjahat untuk melakukan pencurian identitas, membuka rekening bank baru, atau bahkan melakukan tindakan kriminal lainnya seperti penipuan menggunakan informasi pribadi dari orang lain.
Gangguan Operasional
Instansi yang diserang akan mengalami gangguan operasional yang menyebabkan penurunan produktivitas dan efisiensi kerja.
BUKAN PERISTIWA LANGKA!
Pemerintah harus sadar bahwa serangan siber, bukan lagi menjadi peristiwa langka. Serangan siber atau peretasan adalah sebuah kepastian yang akan terus dihadapi pemerintah hingga di masa depan.
Semakin bertumbuh kembangnya teknologi, semakin majunya sebuah teknologi, tentu akan berbanding lurus dengan semakin beragamnya serangan siber yang akan dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Hal ini harus disadari pemerintah dengan menetapkan langkah-langkah pencegahan serta penguatan teknologi siber di Indonesia dan penguatan sumber daya manusianya.
Siapapun Berhak Dan Pantas Dihukum!
Berdasarkan hukum, perbuatan peretasan merupakan tindakan yang dilarang oleh undang-undang. Hal ini telah diatur oleh Undang-Undang ITE Pasal 30 jo. Pasal 46. Ini merupakan perbuatan dilarang oleh undang-undang dan orang yang melanggar undang-undang apalagi dalam hal ini perbuatan pidana harus diadili.
Pemerintah harus menemukan siapa dalang dibalik peretasan yang terjadi. Di samping terus meningkatkan pertahanan siber, memburu peretas atas data pemerintah dalam hal ini PDN wajib dilaksanakan. Ini bukan data biasa saja. Di dalamnya terdapat data dari ratusan institusi pemerintah yang mencakup data dari pertahanan negara seperti TNI dan POLRI. Data yang sangat vital.
Walaupun kita akui saat ini pertahanan siber lemah, pemerintah juga tidak boleh lemah dalam penegakan hukum. Tindakan ini untuk memberikan alarm kepada siapapun peretas diluar sana agar berhati-hati jika berurusan dengan data pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah benar-benar serius soal perlindungan terhadap data seluruh rakyat Indonesia.
Dari peristiwa tersebut jelas yang paling bertanggung jawab atas kebodohan terjadinya peristiwa ini adalah Menteri Kemenkominfo sebagai orang yang berkedudukan tinggi atas data warga negara. Dia harus mempertanggungjawabkan kebodohannya dan bentuk tanggung jawab yang paling masuk akal serta dapat diterima masyarakat adalah dengan berhenti menjadi Menteri!
Referensi:
Aditya, Rizal (2024, June 29). “PDN Dibobol Hacker, Bagaimana Nasib Data Pribadi Warga? Ini yang Perlu Diketahui.” Kompas. Retrieved July 05, 2024 from https://www.kompas.com/tren/read/2024/06/29/170000565/pdn-dibobol-hacker-bagaimana-nasib-data-pribadi-warga-ini-yang-perlu
Agung Pramono, (2020, January 2020). “Adakah Perlindungan Hukum Bagi Peretas yang Beretika (Ethical Hacker)?” Hukum Online. Retrieved July 05, 2024 from https://www.hukumonline.com/klinik/a/adakah-perlindungan-hukum-bagi-peretas-yang-beretika-i-ethical-hacker-i--lt5e2ac24b89e60/
Isnaini Amirotu N, (2023, December 14). “Pengertian Data, Fungsi, Jenis-jenis, Manfaat, dan Contohnya.” Telkom University. Retrieved July 05, 2024 from https://telkomuniversity.ac.id/en/pengertian-data-fungsi-jenis-jenis-manfaat-dan-contohnya/
Nada Naurah, (2023, April 13). “Deretan Negara dengan Kasus Serangan Siber Terbanyak di Dunia, Ada Indonesia?”. GoodStats.. Retrieved July 05, 2024 from https://goodstats.id/article/deretan-negara-dengan-kasus-serangan-siber-terbanyak-di-dunia-ada-indonesia-PdwM0
Nadya Kurnia (2023, December 01). “Mengapa Data Disebut Sebagai New Oil? Bernilai dan Berisiko, Ini Penjelasannya.” IDX Channel. Retrieved July 05, 2024 from https://www.idxchannel.com/economics/mengapa-data-disebut-sebagai-new-oil-bernilai-dan-berisiko-ini-penjelasannya
Tia Dwitiani Komalasari, (2024, June 29). “Bahaya Pusat Data Nasional Diretas, Berdampak pada Ekonomi hingga TNI”. Katadata. Retrieved July 05, 2024 from https://katadata.co.id/digital/teknologi/667fd8b124993/bahaya-pusat-data-nasional-diretas-berdampak-pada-ekonomi-hingga-tni
Comments