Tiga Hakim MA Dilaporkan ke KY!
Tiga hakim Mahkamah Agung (MA) diketahui dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY) pada 3 Juni 2024. Laporan tersebut merupakan respons pelapor terhadap keputusan MA yang secara tiba-tiba mengabulkan gugatan Partai Garda Republik Indonesia (Garuda) perihal perubahan waktu diberlakukannya syarat batas minimal usia calon kepala daerah yang tertuang dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 23P/HUM/2024.
Menentang UU Syarat Batas Usia Minimal Demi Mengejar Tahta!
Dalam surat putusannya, MA meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mengubah isi Pasal 4 ayat 1 huruf (d) dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 9 tahun 2020 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota karena dinilai bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 yang tidak mencantumkan waktu diberlakukannya syarat batas usia minimal Calon Kepala Daerah.
Dalam PKPU Nomor 9 tahun 2020, Pasal 4 ayat 1 huruf (d) berbunyi:
“berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Wakil Bupati atau Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota terhitung sejak penetapan Pasangan Calon”
Sementara berdasar pada putusan MA, diubah menjadi:
“berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Wakil Bupati atau Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota terhitung sejak pelantikan Pasangan Calon terpilih”
Ada Yang Janggal Tapi Tetap Dipaksakan!
Beberapa argumentasi dalam putusan MA terdengar tidak wajar. Pertama, MA telah gagal dalam memaknai status ‘calon’ yang tercantum dalam PKPU Nomor 9 tahun 2020. Status calon diperoleh sejak pasangan calon mendaftar hingga terpilih dalam pemilihan, sehingga status calon sudah tidak digunakan ketika pelantikan. Kedua, MA tidak memahami lingkup PKPU yang sejatinya selaras dengan tanggung jawab dari KPU itu sendiri. PKPU hanya mengatur rangkaian proses pemilihan dari awal hingga akhir sehingga pelantikan sudah bukan ranah yang diatur dalam PKPU. Ketiga, penentangan PKPU Nomor 9 Tahun 2020 Pasal 4 ayat 1 huruf (d) terhadap UU Nomor 10 tahun 2016 juga terkesan dipaksakan karena sejak awal pasal tersebut disusun dengan menurun dari UU Nomor 10 tahun 2016 Pasal 7 ayat 2 huruf (e) yang kemudian poin nya dipertegas dalam PKPU perihal waktu diberlakukannya batas usia.
Ujung-Ujungnya Nepotisme (LAGI)
Terkait dengan putusan MA kali ini, penulis meyakini bahwa tindakan MA hanyalah cara dari pihak tertentu untuk menerapkan praktik nepotisme dengan mengakali hukum dengan hukum, terlepas dari segala alasan yang mendukungnya. Mengubah secuil pernyataan hukum menjelang pelaksanaan Pilkada dengan kenyataan bahwa jeda waktu antara “proses penetapan calon” dengan “proses pelantikan calon terpilih” yang terpaut jauh menjadi sesuatu yang terkesan disengaja, dan tidak masuk akal sehingga patut dicurigai.
Tentunya ini memberikan peluang bagi sebagian pihak tertentu yang sebenarnya belum memenuhi syarat usia, dengan adanya kemungkinan perubahan isi pasal tersebut, maka mereka dapat mencalonkan diri dalam pemilihan.
Pola Yang Sama, Lembaga Yang Berbeda!
Kejadian ini seakan mengingatkan kita dengan kontroversi menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) lalu. Rupanya tidak butuh waktu lama, pola itu kembali diterapkan pada Pilkada November mendatang.
Polanya sama yaitu institusi kehakiman baik Mahkamah Konstitusi maupun Mahkamah Agung secara tiba-tiba mengeluarkan kebijakan kontroversial menjelang pelaksanaan pemilihan. Disamping itu, Partai Garuda sebagai pihak pemohon dalam gugatan kali ini juga menjadi pemohon dalam gugatan perihal usia Calon Presiden dan Wakil Presiden pada Pilpres lalu. Dua peristiwa yang terjadi yang diikat oleh pola yang sama di dalamnya, memperkuat keyakinan bahwa putusan MA saat ini adalah bagian dari kepentingan pihak tertentu.
Jadi, MA Adalah Lembaga Negara atau Lembaga “Keluarga”?
Putusan MA yang dinilai kontroversial mengindikasikan bahwa citra institusi kehakiman di negara ini tampaknya perlahan-lahan ingin di rusak. Menariknya adalah dugaan pelaku dalam upaya tersebut sekali lagi mengarah pada rezim yang tengah memerintah saat ini. Upaya perusakan itu cenderung dilakukan dengan menjadikan lembaga-lembaga negara sebagai ‘lembaga keluarga’ dengan kata lain rezim saat ini memang menginginkan untuk menumbuhkan kembali praktik nepotisme sebagai warisan menjelang akhir periode kekuasaannya.
Menghadapi kondisi ini, perlu adanya kesadaran dari setiap lembaga untuk kembali memahami hakikat peran, tugas pokok, dan bentuk persoalan yang perlu ditangani, karena pada dasarnya MA adalah lembaga negara bukan lembaga keluarga. Selain itu, peran publik dan media sangat dibutuhkan untuk dapat terus mengambil sikap terhadap segala kemungkinan pelanggaran dan dalam mengawal setiap proses yang terjadi menjelang pemilihan dan ketika pemilihan berlangsung.
Referensi:
Bunyi Perubahan Pasal Batas Usia Kepala Daerah Usai Putusan MA (2024, June 2). CNN Indonesia. Retrieved June 4, 2024 from : https://www.cnnindonesia.com/nasional/20240602152624-617-1104874/bunyi-perubahan-pasal-batas-usia-kepala-daerah-usai-putusan-ma
Motif Politik di Balik Putusan MA Soal Syarat Usia Calon Kepala Daerah - Demi Muluskan Jalan Kaesang Pangarep? (2024, June 2). BBC Indonesia. Retrieved June 4, 2024 from: https://www.bbc.com/indonesia/articles/crgg28dm3gxo
Nanda Perdana, P. (2024, June 3). 3 Hakim MA Dilaporkan ke KY Terkait Putusan Batas Usia Calon Kepala Daerah. Liputan6. Retrieved June 4, 2024 from : https://www.liputan6.com/news/read/5610902/3-hakim-ma-dilaporkan-ke-ky-terkait-putusan-batas-usia-calon-kepala-daerah?page=2
Nugroho, A. (2024, June 5). Republik Merdeka. Retrieved June 5, 2024 from : https://rmol.id/politik/read/2024/06/05/623055/mahfud-md-cara-berhukum-negara-ini-sudah-dirusak
Santoso, B. (2024, June 4). Analisa Pakar: Substansi Putusan MA Soal Batas Usia Calon Kepala Daerah Bermasalah. Suara. Retrieved June 4, 2024 from : https://www.suara.com/kotaksuara/2024/06/04/111537/analisa-pakar-substansi-putusan-ma-soal-batas-usia-calon-kepala-daerah-bermasalah
Comments